Apakah Hari Libur Nasional Januari 2025 sebagai Simbol Toleransi?

Senin, 27 Januari 2025 23:20 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Toleransi
Iklan

Di akhir Januari 2025 ini kita melewati hari perayaan keagamaan berbeda-beda. Apa maknanya bagi masyarakat Indonesia?

***

Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural, karena memiliki banyak keberagamaan dari nilai-nilai adat istiadat, budaya, dan agama. Adat istiadat yang bisa dipelajari dari kebiasaan masyarakat, seperti gotong royong. Budaya dapat dipelajari dari hasil karya manusia, seperti bahasa, musik, dan tarian. Agama menjadi bagian penting, karena dapat membentuk manusia berbudi luhur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walaupun lingkungan masyarakat dipenuhi oleh keberagaman, minim terjadinya tindakan kriminal yang menyangkut masalah pribadi. Dari keberagaman tersebut, mereka manfaatkan untuk saling bertukar pikiran tentang perbedaan yang mereka miliki. Pada akhirnya, mereka dapat bersatu tanpa membedakan satu dengan lainnya. Masyarakat sadar terbentuknya negara Indonesia bukan hanya sepihak agama, melainkan juga melibatkan beberapa pihak agama. Indonesia mengakui agama di Indonesia, diantaranya Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Dengan mengakui keberadaan agama tersebut, pemerintah telah menetapkan pada pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara bebas memeluk agama dan beribadah sesuai agamanya”. Selain itu, pemerintah juga telah mensosialisasikan bahwa setiap orang diajarkan beragama sedini mungkin. Alasan pemerintah menerapkan konsep beragama, karena mengamalkan sila pertama Pancasila yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sesuai pengamalan sila pertama, Pancasila memiliki peran penting yang diamalkan oleh masyarakat, yakni:

  • Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  • Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab;
  • Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  • Membina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  • Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa;
  • Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing; dan
  • Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Poin sila pertama Pancasila mengartikan hubungan manusia dengan sang pencipta dan hubungan manusia dengan manusia. Dengan mengaitkan hubungan tersebut, diharapkan manusia memiliki moral dan bisa menghargai hidup seseorang tanpa membedakan berbagai ras, suku, adat istiadat, dan agama. Dengan mengaitkan sila pertama, Pancasila menjadi pondasi untukd membina suatu kerukunan dan keharmonisan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Tentunya, Pancasila bukan hanya dijadikan sebagai teori saja, melainkan juga dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Namun, implementasi tersebut bukan semata-mata hanya dibentuk oleh masyarakat. Peran pemerintah penting untuk menjadi jembatan dalam mengelola keberhasilan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Untuk menerapkan pengamalan sila pertama Pancasila, pemerintah Indonesia sudah mencontohkan kepada masyarakat berupa kegiatan keagamaan, seperti:

  • Praktik Moderasi Beragama
  • Peringatan hari besar keagamaan
  • Perlombaan keagamaan

Ketiga kegiatan keagamaan di atas dirangkum lebih singkat, namun tetap memperhitungkan setiap agama resmi di Indonesia. Terkhusus poin kedua pada “peringatan hari besar keagamaan”, pemerintah tetap konsisten dalam memberikan informasi berbagai catatan hari raya bagi para pemeluk agama di Indonesia sampai saat ini. Bahkan, Januari 2025 bisa disebut sebagai simbol toleransi umat beragama yang bertepatan pada tanggal 27 dan 29. Tertanggal 27 Januari 2025 diperingati Hari Raya Maulid Nabi Muhammad SAW (Islam) dan Hari Raya Siwaratri (Hindu), sedangkan 29 Januari 2025 diperingati Hari Raya Imlek (Konghucu).

Peringatan Maulid Nabi memiliki makna spiritual dan edukasi. Peringatan ini menjadi kesempatan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah dan meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW, seperti jujur, amanah, sabar, dan kasih sayang. Peringatan Siwaratri memiliki makna sebagai malam peleburan kegelapan dalam diri dan hati, malam pengampunan dosa, malam renungan suci, dan momen untuk introspeksi diri.

Berbeda dengan hari raya Imlek diartikan sebagai perayaan tahun baru bagi masyarakat Tionghoa. Dalam melaksanakan perayaan tersebut, masyarakat Tionghoa melaksanakan kegiatan spritual, seperti sembahyang kepada leluhur, syukuran malam, dan kegiatan sosial. Walaupun disebut sebagai perayaan tahun baru, Imlek juga menjadi kegiatan penting karena dapat berkumpul keluarga dan teman sejawat.

Tentunya, teman sejawat yang menghadari biasanya bukan berasal dari status yang sama, melainkan bisa berbeda status. Artinya, pertemuan antar status tersebut menciptakan suatu sikap toleransi karena yang saling menghormati dan menghargai.

Mengapa tanggal 27 dan 29 Januari 2025 bisa disebut simbol toleransi umat beragama di Indonesia? Karena di hari tersebut telah memberikan edukasi penting terkait pengamalan hidup yang diajarkan oleh agama. Kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus menyadari bahwa toleransi dan menghargai kepercayaan manusia dapat membawa hidup tentram, damai, dan bahagia. Dengan demikian, merayakan hari suci keagamaan adalah momentum penting untuk mempromosikan toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Made Darme

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler